Sabtu, 19 Mei 2012


makalah
Komunikasi lintas Budaya
Budaya Sebagai Kontek Komunikasi

Dibuat oleh :
Agus Miftah

 

Makalah ini di tujuakan untuk memenuhi perkuliahan mata kuliah lintas budaya yang di tugaskan oleh bapak Dr. Yosal Iriantara S.sos.



BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Makalah Komunikasi Antarbudaya ini merupakan tugas pengganti UTS (Ujian Tengah Semester) makalah ini merupakan pengganti dari ujian tertulis dan menjelaskan bentuk komunikasi lintas budaya serta distorsi dalam pengilmplementasiannya.
 I.2. Perumusan Masalah
Berikut daftar pertanyaan yang merupakan dasar dari pembuatan makalah ini:
  1. Jelaskan keterkaitan antara komunikasi internasional, komunikasi antar etnis dan komunikasi antar ras dengan komunikasi antar budaya!
  2. Mengapa stereotipe, prasangka dan etnosentrisme menjadi hambatan/penghalang dalam konteks komunikasi antar budaya?
  3. Langkah – langkah apa yang akan anda tempuh ketika anda bertemu dengan orang baru dalam konteks komunikasi antar budaya?
  4. Kemukakan pengalaman antar budaya yang anda alami!
  5. Sejauh mana pengaruh/urgensi mata kuliah komunikasi antar budaya dengan profesi anda sebagai jurnalis nantinya?
I.3. Tujuan
Makalah ini berusaha menjawab pertanyaa-pertanyaan diatas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan penulis atas dasar buku-buku dan sumber-sumber lain yang penulis gunakan sebagai referensi.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Komunikasi internasional menurut K.S. Sitaram, ialah komunikasi antar struktur –struktur politik alih – alih antar budaya – budaya individual. Itu berarti komunikasi internasional berlangsung antar bangsa – bangsa, yang diwakili oleh biasanya pemimpin negaranya, presiden atau wakilnya dan sebagainya. Dengan membawa kepentingan negaranya dalam upaya meyakinkan negara lain atas kebijakan negaranya.. dalam konteks komunikasi atar budaya, jelas komunikator dan komunikan dalam komunikasi internasional berasal dari latar belakang budaya dan tentunya bahasa yang berbeda. Hal tersebut tentu saja bisa menjadi hambatan yang besar bila masing –masing pihak tersebut tidak dapat memahami budaya masing – masing yang jelas sangat berbeda. Sebagai contoh, untuk sebuah kepentingan negara, Presiden RI terbang ke Belanda. Sesaat samapai di istana PM Belanda. Presiden yang juga orang Jawa disambut oleh PM Belanda dan juga para stafnya dengan berdiri tegak. Hal ini tentu saja akan menjadi hambatan bilas sang Presiden tidak memahami cara orang Belanda menghormati tamunya yaa dengan berdiri tegak. Untuk itu amat penting memahami budaya –budaya lain guna terciptanya komunikasi yang efektif dan harmonis dalam komunikasi internasional.
Komunikasi antarras. Ialah komunikasi yang terjadi antar pihak – pihak yang berbeda ras. Artinya komunikator dan komunikan dalam komunikasi antarras berasal dari ras yang berbeda, misalnya komunikasi yang berlangsung antara orang Amerika dan orang Indonesia. Hambatan dalam komunikasi antarras ialah sikap curiga terhadap pihak lain. Sebagai contoh sebagian masyarakat Amerika memandang bahwa Indonesia sebagai negara muslim, dan muslim merupakan teroris. Kecurigaaan tersebut tentu menjadi hambatan yang besar bagi orang Indonesia dan orang Amerika yang menjalin komunikasi yang efektif.
Komunikasi antaretnis ialah  komunikasi yang terjalin antaretnis yang berbeda meskipun berasal dari ras/suku bangsa yang sama. Berbeda etnis bisa dikatakan berbeda budaya. Sebagai contoh, ada dua orang jakarta yang berkunjung ke rumah salah satu temannya di Jogjakarta. Mereka menginap untuk beberapa hari. Pada satu sore mereka mengobrol. Tiba – tiba teman Jogjanya bertanya kepada dua orang jakarta..eh kalian mau beton ga, ibuku lagi masak beton nie di dapur? Tentu saja dalam keadaan bingung dan perasaan tidak enak menolak, mereka mengangguk saja. Pikir mereka kuat sekali orang Jogja, beton aja dijadiin makanan. Ketika makanan datang seaya dijelaskan oleh temannya itu, mereka baru tau bahwa beton itu ya biji nagka yang direbus. Untuk itu diperlukan pemahaman dan saling pengertian akan budaya masing – masing merupakan kunci keberhasilan atau efektifnya komunikasi antaretnis tersebut.
Komunikasi antarbudaya, ialah proses pertukaran informasi yang terjalin antara individu – individu yang memiliki latar belakang dan budaya yang berbeda. Komunikasi yang tejalin antar bangsa – bangsa/Internasional, antarras dan antaretnis termasuk kedalam komunikasi antarbudaya. Pada intinya untuk bisa menjalin koomunikasi yang efektif Komunikasi internasional, antarras dan antaretnis membutuhkan sebuah kunci, yakni budaya baik yang dikomunikasikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Dengan memahami budaya masing – masing bangsa, ras dan etnis akan sangat mempengaruhi berhasi tidaknya komunikasi tersebut.
  1. Prasangka ialah apa yang ada dalam pemikiran kita terhadap individu dan kelompok lain seperti dalam hubungan ras dan etnis atau melalui media massa yang populer. Prasangka menjadi hambatan dalam komunikasi antarbudaya karena biasanya ada pandangan negatif ayng diiringi oleh adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku (in group) dan perasaan kelompokmu ( out group feeling). Oleh sebab itu komunikasi yang diawali oleh adanya prasangka tidak akan berjalan dengan efektif. Ada tiga tipe tipe prasangka yang kita kenal, yakni:
    1. Prasangka kognitif, yakni prasangka yan berada pada ranah pemikiran, benar atau  salah. Menurut kelompoknya terhadap kelompok lain.
    2. Prasangka afektif, yakni prasangka yang berada pada ranah perasaan, suka atau tidak suka.
    3. Prasangka konatif, yakni prasangka yang berada pada ranah perbuatan/perilaku/action. Pada ranah ini bila suatu kelompok tidak suka pada kelompok lain maka kelompok tersebut akan di deskrimninasi dan dijauhkan.
Stereotip ialah salah satu bentuk hambatan dalam komunikasi antar budaya.stereotipe merupakan sebuah pengeneralisasian terhadap individu – individu yang berada dalam suatu kelompok tanpa informasi yang memadai dengan mengabaikan karakteristik individu –individu yang berada dalam kelompok tersebut. Stereotipe identik terhadap perbedaan suku, ras, etnis, kelompok agama/kepercayaan.sikap dalam komunikasi yang berdasarkan stereotipe jelas akan menghambat terjadinya komunikasi yang efektif dan harmonis.
Etnosentrisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren kelompok atau budayanya sendiri. Dalam konteks etnosentrisme, orang atau kelimpok yang berbeda dipandang lebih rendah dari kelompoknya. Dengan kata lain etnosentrisme merupakan upaya membanding bandingkan /mengukur/memandang budaya sendiri dengan budaya lain.
Jadi jelaslah bahwa komunikasi yang efektif dan harmonis tidak akan tercipta bila aktor – aktor dalam komunikasi tersebut masih memiliki prasangka (negatif), stereotipe maupun etnosentrisme.
Komunikasi antar budaya akan berjalan dengan efektif bila hambatan-hamabtan tersebut dapat diatasi, diantaranya bila:
  1. Pihak pihak yang berkomunikasi tersebut mampu meletakkan dan memfungsikan komunikasi didalam suatu konteks kebudayaan lawan bicaranya.
  2. Pihak – pihak yang berkomunikasi mampu meminimalkan kesalahpahaman atas pesan – pesan yang dipertukarkan.
  3. Pihak pihak yang berkomunikasi memiliki keterampilan komunikasi, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tekanan antar budaya serta memiliki kemampuan untuk membangun relasi – relasi antar budaya.
  4. Saya akan mulai dengan mengamati dan menganalisa orang seperti apa yang akan saya ajak berkenalan, baik dari body languagenya, bahasa maupun caranya berpakaian dan berbicara karena itu akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya proses komunikasi yang akan saya jalankan. Kedua, saya akan sedikit berbasa – basi tentang kondisi/situasi yang sama-sama sedang kami hadapi (terjebak macet misalnya), barulah saya akan mulai mengajaknya berkenalan.
  5. Pengalaman ini terjadi saat awal –awal perkuliahan semester satu. Saya ialah mahasiswa yuang berasal dari Jakarta, jadi belum mengerti bahasa sunda. Pada waktu itu sepulang kuliah saya berbincang-bincang dan bertanya kepada kosma kelas, namanya Lega yang merupakan orang Cimahi(tentunya mahir berbahasa sunda). Ketika itu saya menanyakan jadwal kuliah untuk besok.
Saya   : Ga, besok kuliah apa ja n jam berapa?
Lega   : ada dua, pengantar Ilmu komunikasi sama bahasa inggris. Pengantar ilmu komunikasi setengah salapan trus bahasa inggrisnya jam sapuluh.
Saya   :o…ywdah thx ya ga, sekaligus menutup pembicaraan dan berjalan pulang.
Keesokannya saya berangkat pukul 07.20 dari kosan. Sesampainya di kampus, saya tidak mendapati satu orang pun teman saya. Pada waktu itu saya berpikir pasti saya dikerjai ini sama lega. Akhirnya saya menelpon lega dan kembali menegaskan.
Saya   : assalamualaikum…..ga’, nire w soleh….
Lega  : waalaikum salam. Oia kenapa leh??
Saya   : gimana sie ga’…katanya masuk setengah delapan, ko ga da nak-nak sie dikampus???
Lega   : setengah delapan….kan kemaren saya bilang setengah salapan…
Saya   : iya…kan setengah delapan kan???
Lega   : o…maaf lo ga ngerti bahasa sunda ya…setengah salapan itu setengah sembilan, bukan setengah delapan…
Saya   : o…..pantes masih sepi..ywdah thxz ya ga….assalamualaikum
Lega   : sama – sama. Waalaikum salam
  1. Memahami budaya lain diluar budaya yang kita miliki menurut saya sangat penting, terutama untuk seorang jurnalis yang notabene selalu berkomunikasi dan bersentuhan dengan orang orang yang memiliki latar belakang dan budaya yang berbeda guna mencari dan menggali informasi. Dalam mencari dan menggali dari seorang narasumber, tentu lah ia harus lebih dahulu mengenal siapa narasumber tersebut, sehingga ketika wawancara berlangsung tidak terjadi kesalahpahaman dan hambatan. Untuk itu komunikasi antarbudaya perlu dipahami dan diterapkan dengan baik oleh seorang jurnalis guna menunjang terciptanya komunikasi yang efektif sehingga mendapatkan informasi yang diinginkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Memahami dan menghormati budaya sendiri dan budaya lainnya merupakan salah satu kunci keberhasilan terciptanya komunikasi yang efektif dalam komunikasi antarbudaya.
Seorang junalis dalam menjalankan profesinya tidak akan terlepas dari komunikasi, karena seorang jurnalis dalam mencari informasi harus berkomunikasi/melakukan wawancara dengan narasumber yang bisa saja memiliki budaya yang berbeda. Untuk itu komunikasi antarbudaya perlu dipahami dan diterapkan dengan baik oleh seorang jurnalis guna menunjang terciptanya komunikasi yang efektif kepada narasumber sehingga mendapatkan informasi yang diinginkan.
Daftar Pustaka
  1. Anugrah dan Winny Kresnowati, 2008. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Jala Permata.
  2. http://luciatriedyana.wordpress.com/
  3. www. Romeltea.com






Tidak ada komentar:

Posting Komentar