ANAK
SHALIH ADALAH ASET ORANG TUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ تَعَالَى
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ
اللهُ لَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا. (النساء: 9).
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
Teman-temanku yang saya cintai
Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearah mana anak tersebut akan dibawa.
Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearah mana anak tersebut akan dibawa.
Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَلُوْدَ وَالْوَدُوْدَ
فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمْ.
Artinya: “Nikahilah wanita yang penuh
dengan kasih sayang dan karena sesungguhnya aku bangga pada kalian dihari
kiamat karena jumlah kalian yang banyak.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’I, kata Al
Haitsamin).
Namun yang menjadi masalah
adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir. Umumnya orang tua
menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih, agar
setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi
orang tua kadang tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha
merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan
karakter anak. Obsesi tanpa usaha adalah hayalan semu yang tak akan mungkin
dapat menjadi kenyataan.
Bahkan sebagian orang tua
akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi
bintang film (artis)yang terkenal, bintang iklan, fotomodel yang sexsi dan
lain-lain. Mereka beranggapan dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat
hidup makmur seperti para kaum selebritis yang terkenal itu. Padahal dibalik
itu semua mereka kering akan informasi tentang perihal kehidupan kaum
selebritis yang mereka puja-puja. Hal ini terjadi akibat orang tua yang sering
mengkonsumsi berbagai macam acara-acara hiburan diberbagai media cetak dan
elektronik, karena itu opininya terbangun atas apa yang mereka lihat selama
ini.
Teman-temanku seperjuangan…yang alloh
mulyakan…
Kehidupan sebagian besar selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan binatang yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu birahinya. Hura-hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba glamour adalah konsumsi sehari-hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di antara mereka ada yang perduli dengan tujuan hakiki mereka diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya menjadikan ritualisme sebagai alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang yang jauh dari agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat? Tentu tidak. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)mereka” (An Nisa: 9).
Kehidupan sebagian besar selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan binatang yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu birahinya. Hura-hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba glamour adalah konsumsi sehari-hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di antara mereka ada yang perduli dengan tujuan hakiki mereka diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya menjadikan ritualisme sebagai alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang yang jauh dari agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat? Tentu tidak. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)mereka” (An Nisa: 9).
Pengertian lemah dalam
ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah ekonomi.
Oleh karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya,
maka mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari
empat hal ini adalah ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada
anak.
Imam Ibnu Katsir dalam
mengomentari pengertian lemah pada ayat ini memfokuskan pada masalah ekonomi.
Beliau mengatakan selaku orang tua hendaknya tidak meninggalkan keadaan
anak-anak mereka dalam keadaan miskin . (Tafsir Ibnu Katsir: I, hal 432) Dan
terbukti berapa banyak kaum muslimin yang rela meninggalkan aqidahnya (murtad)
di era ini akibat keadaan ekonomi mereka yang dibawah garis kemiskinan,mereka
menggadaikan aqidah mereka dengan beras di tambah dengan supermi supaya bisa
bertahan hidup.
Banyak orang tua yang
mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi semata
dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal
apapun yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi,
sementara untuk memasukkan anak-anak mereka pada TK-TP Al-Qur’an terasa begitu
enggan. Padahal aspek iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar
bagi anak.
Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam usaha mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal, segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam usahanya memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi pemenuhan otaknya.
Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam usaha mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal, segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam usahanya memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi pemenuhan otaknya.
Karena itu sebagian orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah yang harus di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di bawah ini akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan membantu mewujudkan obsesi tersebut:
1. Opini atau persepsi orang tua atau anak
yang shalih tersebut harus benar-benar sesuai dengan kehendak Islam berdasarkan
Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
إِذَا مَاتَ بْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ
إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.
Artinya: “Jika wafat anak cucu Adam, maka
terputuslah amalan-amalannya kecuali tiga: Sadaqah jariah atau ilmu yang
bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu mendoakannya.” (HR.Muslim)
Dalam hadits ini sangat
jelas disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak yang selalu mendoakan kedua
orang tuanya. Sementara kita telah sama mengetahui bahwa anak yang senang mendoakan
orang tuanya adalah anak sedari kecil telah terbiasa terdidik dalam
melaksanakan kebaikan-kebaikan,melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu
wa Ta'ala , dan menjauhi larangan-laranganNya. Anak yang shalih adalah anak
yang tumbuh dalam naungan DienNya, maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan
orang tuanya jika anak tersebut jauh dari perintah-perintah Allah Subhannahu wa
Ta'ala dan senang bermaksiat kepadaNya. Anak yang senang bermaksiat kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala , jelas akan jauh dari perintah Allah dan
kemungkinan besar senang pula bermaksiat kepada kedua orang tuanya sekaligus.
Dalam hadits ini
dijelaskan tentang keuntungan memiliki anak yang shalih yaitu, amalan-amalan
mereka senantiasa berkorelasi dengan kedua orang tuanya walaupun sang orang tua
telah wafat. Jika sang anak melakukan kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka
amal dari kebaikannya juga merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera
terkabul oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke
arah tercipta-nya anak yang shalih.
Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.
Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.
Teman-temanku rahimakumullah
Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna keIslaman, maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna keIslaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana yang jauh dari nilai-nilai keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral.
Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna keIslaman, maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna keIslaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana yang jauh dari nilai-nilai keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral.
Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ. (رواه البخاري).
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang menyebabkan dia menjadi
Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.
Agar dapat memudahkan
jalan bagi pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka keteladanan
orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku
orang tua yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan
sikap yang baik, yaitu sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shalih
sehingga anak dapat dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang
tuanya
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak. Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi pengaruh yang positif terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang mendapat pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak sang anak.
Sekolah merupakan lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak. Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi pengaruh yang positif terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang mendapat pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak sang anak.
Faktor yang juga cukup menentukan dalam
membentuk watak dan karakter anak di sekolah adalah konsep yang diterapkan
sekolah tersebut dalam mendidik dan mengarahkan setiap anak didik.
Sekolah yang ditata dengan managemen yang
baik tentu akan lebih mampu memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan
sekolah yang tidak memperhatikan sistem managemen. Sekolah yang sekedar
dibangun untuk kepentingan bisnis semata pasti tidak akan mampu menghasilkan
murid-murid yang berkwalitas secara maksimal, kualitas dalam pengertian
intelektual dan moral keagamaan.
Kualitas intelektual dan moral keagamaan
tenaga pengajar serta kurikulum yang dipakai di sekolah termasuk faktor yang
sangat menentukan dalam melahirkan murid yang berkualitas secara intelektual
dan moral keagamaan.
Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu
melihat secara cermat dan jeli sekolah yang pantas bagi anak-anak mereka. Orang
tua tidak harus memasukkan anak mereka di sekolah-sekolah favorit semata dalam
hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlaq bagi sang anak,
karena sekolah tersebut akan memberi warna baru bagi setiap anak didiknya.
Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang anak didik.
Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang anak didik.
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak jauh lebih besar.
Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah di didik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kwalitas yang telah terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak.
Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak jauh lebih besar.
Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah di didik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kwalitas yang telah terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak.
Masyarakat terbentuk atas dasar gabungan
individu-individu yang hidup pada suatu komunitas tertentu. Karena dalam
membentuk masyarakat yang harmonis setiap individu memiliki peran dan tanggung
jawab yang sama. Persepsi yang keliru biasanya masih mendominasi masyarakat.
Mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah
pemerintah, para da’i, pendidik atau ulama. Padahal Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam , bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ. (رواه مسلم).
Artinya: “Barangsiapa di antaramu melihat
kemungkaran hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak sanggup
maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya. Dan itu
adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Jika setiap orang merasa tidak memiliki
tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar, maka segala kemunkaran
bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan lambat atau cepat
pasti akan menimpa putra dan putri kita. Padahal kedudukan kita sebagai umat
yang terbaik yang dapat memberikan ketentraman bagi masyarakat kita hanya dapat
tercapai jika setiap individu muslim secara konsisten menjalankan amar ma’ruf
nahi munkar, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (Ali Imran: 110).
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (Ali Imran: 110).
Teman-temanku rahimakumullah
Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang harus dilaksanakan. Jika tidak maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan menimpakan adzabnya di tengah-tengah kita dan pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali-Imran: 104).
Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang harus dilaksanakan. Jika tidak maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan menimpakan adzabnya di tengah-tengah kita dan pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali-Imran: 104).
Mungkin itulah yang saya dapat jelaskan pada kesempatan
ini,mohon maaf bila ada kesalahan WALLOHUL MUAFIQ ILA AQWAMIT THORIQ…..
ASALAMUALAIKUM WR.WB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar