KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah,
kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada beliau Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari jaman jahiliah menuju jaman yang penuh cahaya, yakni
"Islam" yang senantiasa di ridhoi Allah SWT.
Dalam
penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, maka dengan penuh santun dan hormat penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada bapak doesen dan teman teman yang telah membantu
penulis
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharap
saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk
menyempurnakan makalah akhir yang sederhana ini.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekhilafan. Semoga
laporan ini dapat menambah khasanah atau cakrawala pemikiran penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya "Jazakumullah Ahsanal Jaza' …
Amin".
Billahit Taufiq
Walhidayah.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam dunia pendidikan, guru dan siswa adalah dua komponen
yang tidak dapat dipisahkan. Jika guru tidak ada maka siswa akan sulit
berkembang, begitu juga sebaliknya jika siswa tidak ada maka guru tidak dapat
memberikan ilmunya dan ia tidak akan disebut guru.
Setiap anak memiliki kepribadian yang
berbeda dengan yang lainnya, ada yang memiliki watak yang lembut dan ada juga
yang keras. Prilaku-prilaku siswa yang seperti itu tidak dapat kita ketahui
jika kita tidak mendekati mereka. Artinya untuk memahami tingkah laku mereka
kita harus mengetahui bagaimana dia mempersepsikan perbuatannya pada suatu
situasi. Terkadang sering kita jumpai, hal-hal yang aneh menurut kita belum
tentu aneh menurut mereka.
Dalam dunia psikologi dikenal suatu teori
humanistik yang khusus membahas tentang prilaku seseorang, dan hal ini akan
kita bahas dalam makalah ini. Bagaima penerapan psikologi humanistik dalam
pembelajaran yang akan memberikan dampak yang signifikan terhadapa perkembangan
anak didik.
Makalah ini berjudul PSIKOLOGI HUMANISTIK .Diharapkan
dengan adanya tulisan ini kita dapat lebih mengenal siswa kita. Semoga
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Psikologi Humanistik
§ Pengertian Humanistik
Dari segi bahasa humanisme artinya kemanusiaan, sedangkan
menurut Istilah berarti suatu paham mengenai kemanusiaan yang hakiki. Jelasnya,
humanisme adalah suatu gerakan atau aliran yang bertujuan untuk menempatkan
manusia pada posisi kemanusiaan yang sebenarnya. Jika dalam dunia pendidikan,
para pendidik harus membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
(Hamachek, 1977).
Perhatian Psikologi Humanistik yang utama tertuju pada
masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh
maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka
sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik, penyusunan dan penyajian
materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
§ Sejarah Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncullah suatu perspektif psikologi
baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologi lah yang berjasa
dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja
sosial dan konseler, bukan merupakan hasil penelitian dalam bidang proses
belajar. Gerakan ini berkembang dan kemudian dikenal sebagai psikologi
humanistik. Psikologi ini berusaha untuk memahami prilaku seseorang dari sudut
si pelaku.
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik
muncul pada tahun 1960 sampai dengan 1970-an dan kemudian perubahan-perubahan
dan inivasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad 20 ini pun
juga akan menuju pada arah ini. (John Jarolimak & Clifford D Foster,
1976).
B. Ajaran-Ajaran Dasar Psikologi Humanistik
Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik
ini direpresentasikan oleh teori kepribadian Maslow, maka ajaran-ajaran dasar
psikologi humanistik yang akan kita bahas untuk sebagian besar berasal dari
Maslow. Ajaran-ajaran yang disampaikannya antara lain:
- Individu sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik
adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai
keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi. Maslow merasa bahwa para
ahli psikologi di masa lalu maupun sekarang terlalu banyak membuang waktu untuk
menganalisa kejadian-kejadian (tingkah laku) secara terpisah dan mengabaikan
aspek-aspek dasar dari pribadi yang menyeluruh. Dalam perumpamaan umum,
pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan melalui ungkapan bahwa para ahli
psikologi itu hanya mempelajari pohon-pohon, bukan hutan. Dalam teori maslow
dengan prinsip holistiknya itu, motivasi mempengaruhi individu secara
keseluruhan, dan bukan secara sebagian.
- Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan
Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya
memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apa pun. Ia
menganggap bahwa behaviorisme dengan filsafat yang menyertainya telah
mendehumanisasikan manusia dengan memandangnya tak lebih dari mesin pengolah
reflek-reflek berkondisi dan tak berkondisi. Maslow menegaskan bahwa peyelidikan
dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia karena hal
itu mengabaikan cirri-ciri yang khas manusia seperti adanya gagasan-gagasan,
nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan
sebagainya, dan dengan kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bisa
menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia
lainnya.
- Pembawa baik manusia
Psikologi humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu
pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut persepektif
humanistik, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil
dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
- Potensi kreatif manusia
Potensi kreatif manusia merupakan potensi yang umum pada
manusia, jika setiap orang memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang
menunjang, setiap orang dengan kreatifitasnya itu akan mampu mengungkapkan
segenap potensi yang dimilikinya. Maslow mengingatkan bahwa, untuk menjadi
kreatif seorang itu tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus.
Kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yang mengarahkan manusia kepada
pengekspresian dirinya.
- Penekanan pada kesehatan psikologis
Psikologi humanistik memandang self-fulfillment sebagai
tema yang utama dalam hidup manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada
teori-teori lain yang berlandaskan studi atas individu-individu yang mengalami
gangguan.
C. Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada
beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran Humanistik seperti: Combs, Maslov dan
Rogers. Berikut
kita akan mencoba mengenal bagaimana teori yang dinyatakan oleh mereka.
1. Combs
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila
kita ingin memahami prilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi
orang itu. Apabila kita ingin mengubah prilaku seseorang, kita harus berusaha
mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, prilaku dalamlah yang membedakan
seseorang dengan yang lainnya. Combs dan kawan-kawan selanjutnya mengatakan
bahwa prilaku buruk itu seungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang
untuk tidak melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mmempunyai motivasi untuk
melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa tidak mempunyai
motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh gurunya. Apabila guru
memberikan aktifitas yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi
yang fositif. Para ahli Humanistik melihat
adanya dua bagian pada learning, ialah:
1. Pemerolehan informasi baru
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa adalah salah kalau
guru beranggapan bahwa murid-muridnya akan sudah belajar kalau bahan pelajaran
yang di susun secara rapi dan disampaikan dengan bagus. Sebab arti dan maknanya
tidak melekat pada bahan pelajaran itu, murid sendirilah yang mencerna dan
menyerap arti dan makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi
masalah dalam mengajar ialah bukan bagaimana bahan pelajaran itu disampaikan,
tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan makna yang terkandung di dalam
bahan pelajaran tersebut. Apabila murid-murid dapat mengkaitkan bahan pelajaran
tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa
misinya telah berhasil.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan
persepsi dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik
pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi hal-hal
yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2. Abrahama H. Maslov
Dia dikenal sebagai salah satu tokoh yang menonjol dari
psikologi humanistik. Karyanya dibidang pemenuhan kebutuhan mempunyai
pengaruh yang tidak kecil dalam upaya memahami motivasi manusia. Sebagian besar
dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada
dua hal:
- Suatu usaha yang positif untuk berkembang,
- Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu (Maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang mempunyai
berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang,
takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki
dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke
arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia
luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (Self).
§ Hirarki
kebutuhan
Menurut Maslov ada beberapa kebutuhan,
terutama kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, yang lebih asasi. Kemudian ada pula
kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang lebih tinggi tingkatannya.
Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum
dan tidur, menuntut sekali untuk dipuaskan. Sekali kebutuhan-kebutuhan ini
dipenuhi, muncullah kebutuhan pada tingkat berikutnya, yaitu kebutuhan keamanan
seperti kebutuhan untuk kesehatan dan kebutuhan untuk terhindar dari bencana
dan bahaya. Pemuasan kebutuhan keamanan diikuti oleh timbulnya kebutuhan untuk
memiliki dan cinta kasih seperti dorongan untuk mempunyai kawan dan
berkeluarga, dorongan untuk menjadi anggota kelompok dan sebagainya ketidak
mampuan untuk memenuhi kebutuhan ini bisa mendorong seseorang untuk berbuat
yang lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian. Misalnya orang menggunakan
prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya ialah kebutuhan harga diri,
yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan dipercaya oleh orang lain.
Setelah kebutuhan yang tingkatannya lebih
rendah ini terpenuhi mak motivasi lalu diarahkan ke terpenuhinya kebutuhan
aktualisasi dirri yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan
kecenderungan tertentu. Aktualisasi diri dilakukan setiap orang berbeda-beda.
Misalnya mengembangkan kegemaran, membaca buku, mengendarai mobil, mendidik dan
membesarkan anak, menjadi guru dan sebagainya. Menyusul setelah kebutuhan ini
adalah kebutuhan untuk tahu dan mengerti, kebutuhan untuk memuaskan rasa ingin
tahu, mencari ilmu pengetahuan dan memperoleh pemahaman. Dan akhirnya Maslov
berpendapat bahwa tidak sedikit orang yang mempunyai kebutuhan estetis,
dorongan keindahan, yaitu kebutuhan akan ketenaran, kesimetrisan dan
kelengkapan.
Secara terperinci apa yang disampaikan
Maslov dapat dilihat dalam penjelasan berikut. Maslow membagi kebutuhan
tersebut menjadi 5 secara garis besar, yaitu:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologi.
Umumnya kebutuhan fisiologi bersifat
menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik seperti makan, minum, istirahat.
Kebutuhan fisiologi sangat kuat dalam keadaan absolute (kelaparan dan kehausan)
semua kebutuhan lain akan ditinggalkan dan orang mencurahkan semua kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhan ini.
2. Kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan akan rasa aman ini sudah muncul
sejak bayi dalam bentuk menangis, dan berteriak ketakuatan karena perlakuan
yang kasar atau dirasa sebagai sumber bahaya. Anak akan lebih aman berada dalam
suasana keluarga yang teratur.
Pada usia dewasapun kebutuhan akan rasa
aman itu tampak dan berpengaruh secara aktif. Wujud dari kebutuhan tersebut
adalah:
a. Kebutuhan pekerjaan dan gaji yang tetap,
tabungan dan asuransi.
b. Praktek
beragama dan keyakinan filsafat tertentu membantu orang untuk mengorganisir
dunianya menjadi lebih bermakna dan seimbang, sehingga orang merasa lebih
"selamat " (semasa hidup dan sesudah mati).
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa
saling memiliki.
Kebutuhan akan cinta dan rasa, memiliki
ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan
efektif atau ikatan emosional dengan individu lain.
Maslow menolak
pandanagan Freud, bahwa cinta adalah sublimasi dari inting seks. Meurutnya,
cinta tidak sinonim dengan seks, cinta adalah hubungan sehat sepasang manusia
yang melibatkan perasaan saling menghargai, menghormati dan mempercayai.
Dicintai dan diterima adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga,
sebaliknya tanpa cinta menimbulkan kesia-siaan, kekosongan dan kemarahan.
4. Basic need: self-esteem need.
Ada
dua jenis self-esteem:
a. Self
respect: kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan
diri, kemandirian, dan kebebasan. Orang butuh mengetahui bahwa dirinya berharga
dan mampu menguasai tugas dan tantangan hidup.
b.
Respect from others: kebutuhan prestise,
penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi penting,
kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang butuh-tahu bahwa dirinya dikenal baik
dan dinilai baik oleh orang lain.
5. Metaneed: self actualization
need.
Akhirnya, susudah semua kebutuhan dasar
terpenuhi, muncullah kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang
orang itu mampu mewujudkannya memakai secara maksimal seluruh
bakat-kemampuan-potensinya. Self-actualization adalah menjadi manusia mencapai
puncak potensinya. Aktualisasi ini memadai sejumlah kebutuhan yakni 17 metaneed
being-values (hidup-berharga).
Hirarki kebutuhan manusia tersebut
mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru sewaktu
mengajar. Barangkali guru akan mengalami kesulitan memahami mengapa anak-anak
tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, mengapa anak-anak yang lain
tidak tenang jika di dalam kelas atau mengapa anak-anak yang lainnya lagi sama
sekali tidak berminat dalam belajar. Guru beranggapan bahwa hasrat untuk
belajar itu merupakan kebutuhan yang penting bagi semua anak, tetapi menurut
Maslov minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang kalau
kebutuhan-kebutuhan pokok tidak terpenuhi. Anak-anak yang datang ke sekolah
tanpa makan pagi yang cukup atau tanpa sebelumnya dapat tidur dengan nyenyak,
atau membawa persoalan-persoalan keluarga yang sifatnya pribadi, cemas, tidak
berminat mengaktualisasi dirinya dengan memanfaatkan belajar sebagai sarana
untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Mereka ini tidak akan
bisa menyerap pelajaran yang disampaikan oleh guru.
D. Aplikasi Psikologi Humanistik
Mengenai aplikasi psikologi humanistik ini
akan diketengahkan satu hal yaitu psikologi humanistik dan pengajaran. Jadi
akan difokuskan pembahasannya dalam hal pembelajaran.
Bagian ini berisi informasi tentang
bagaimana para psikoloigi humanistik berupaya menggabungkan ketrampilan dan
informasi kognitif dengan segi-segi afektif, nilai-nilai dan prilaku antar
pribadi. Sehubungan dengan itu akan dibicarakan tiga macam program, yaitu Confluent
Education, Open Education dan Cooperative Learning.
1. Confluent Education
Cooperative Learning adalah pendidikan
yang memadukan atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar
kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk
melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya, guru bahasa
Indonesia memberikan tugas kepada para siswa untuk membaca sebuah novel,
katakanlahmisalnya tentang “keberanian”, sebuah novel perang. Melalui tugas
itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan
baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar vpribadi yang lebih baik dengan
jalan membahas pengertian-pengertian mereka sendiri mengenai keberanian dan
rasa takut. Untuk keperluan itu tugas tersebut dilengkapi dengan tugas-tugas
yang berkait, antara lain:
a. Mewawancarai orang-orang yang tahu tentang
perang.
b. Mendengar musik perang, menulis pikiran-pikiran
dan perasaan-perasaan yang timbul secara bebas, dan kemudian menghayatinya
dalam kelompok-kelompok yang kecil.
c. Memperdebatkan apakah perang itu dapat
dihindari ataukah tidak.
d. Membandingkan perang saudara dengan sajak-sajak
perang.
Melalui partisipasi dalam kegiatan seperti
itu dan membicarakan bagaimana tokoh atau pahlawan tertentu dalam novel
tersebut bergabung dan meniggalkan berbagai kelompok, mereka sendiri hidup
bersama orang lain, kadang diterima kadang ditolak. Novel tersebut memiliki
makna pribadi manakala siswa mulai berfikir tentang bagaimana mereka bereaksi
dalam situasi yang serupa.
2. Open Education
Open Education adalah proses pendidikan
terbuka. Menurut Walberg dan Tomas (1972), Open Education itu
memiliki delapan kriteria, yaitu:
1. Kemudahan belajar tersedia, artinya
berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa
bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada
pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
2. Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan
hangat, artinya menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani
masalah-masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan
siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
3. Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya
siswa-siswa memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
4. Pengajaran, yaitu pengajaran individual,
tidak ada tes ataupun buku kerja.
5. Penilaian, ujudnya: guru membuat
catatan, penilaian secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
6. Mencari kesempatan untuk pertumbuhan
profesional, artinya guru menggunakan bantuan orang lain, guru bekarja
dengan teman sekerjanya.
7. Persepsi guru sendiri, artinya guru
mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan mereka.
8. Asumsi tentang para siswa dan proses
belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan
sesuatu.
Meskipun pendidikan terbuka memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan
memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap
diperlukan.
3. Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar
kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi
siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning mempunyai tiga
karakteristik:
1. Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil
(4-6 orang anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu.
2. Siswa didorong untuk saling membantu dalam
mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3. Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar
prestasi kelompok.
Adapun teknik Cooperative Learning itu ada empat macam,
yaitu:
1. Team-Games-Tournament.
Dalam teknik ini siswa yang kemampuan dan
jenis kelaminnya berbeda-beda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat
sampai lima
orang anggota. Setelah guru menyajikan bahan, tim lalu mengerjakan
lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama
untuk persiapan menghadapi turnamen atau pertandingan, yang biasanya
diselenggaran sekali seminggu. Dalam turnamen itu ditentukan beranggotakan tiga
orang siswa untuk bertanding melawan siswa-siswa yang kemampuannya serupa (atas
dasar hasil minggu sebelumnya). Hasilnya siswa-siswa yang prestasi paling
rendah pada setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh poin
bagi timnya sebagai siswa yang berprestasi paling tinggi.
2. Student Teams-achievement Divisions.
Teknik ini juga menggunakan tim yang
terdiri dari empat sampai lima anggota tetapi
kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit, pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan terlebih dahulu disusun oleh tim, skor-skor yang tertinggi memperoleh poin
lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, kecuali itu juga digunakan “skor
perbaikan”.
3. Jigsaw.
Dalam teknik ini siswa dimasukkan ke dalam
tim-tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan pelajaran dibagikan kepada
anggota-anggota tim, kemudian siswa-siswa tersebut mempelajari bagian mereka
masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota dari tim lain yang memiliki
bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan
mengajarkan bagian-bagian yang telah dipelajari bersama-sama dengan anggota tim
lain itu kepada anggota-anggota timnya sendiri. Akhirnya, semua anggota tim
dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya guru menetapkan
tujuan yang menuntut para siswa mempelajari biografi almarhum presiden Soekarno.
Guru kemudian membagikan bahan tersebut menjadi empat atau lima bagian terganting pada banyaknya anggota
tim. Kemudian para siswa belajar bersama-sama dengan anggota tim lain yang
menerima bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali dan mengajarkannya pada
anggota timnya sendiri. Tujuannya adalah agar setiap tim mempelajarai seluruh
bahan biografi tersebut.
4. Group Investigation.
Group Investigation adalah teknik dimana
siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk menangani berbagai macam
proyek kelas. Setiap kelompok membagi-bagi tugas tersebut menjadi sub topik-sub
topik, kemudian setiap anggota kelompok melakukan kegiatan-kegiatan meneliti
yang diperlukan untuk mecapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap kelompok
mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam metode ini, hadiah atau poin
tidak diberikan.
Demikianlah sekilas tentang keempat teknik
Cooperative Learning itu. Menurut hasil penelitian, ternyata Cooperative
Learning itu pada umumnya mempunyai efek positif terhadap prestasi akademik.
Keberhasilan Cooperative Learningbergantung pada kemampuan siswa berinteraksi
di dalam kelompok.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas kami dapat menyimpulkan
bahwa dalam dunia pendidikan seorang guru harus bisa membantu muridnya dalam
proses belajar, karena siswa yang satu memiliki pribadi yang berbeda. Jika hal
ini tidak dapat di atasi maka siswa akan sulit dalam melakukan atau terlibat
dalam proses belajar.
Pengaplikasian teori ini dalam dunia
pendidikan sangatlah membantu. Dengan teori ini guru dapat mengetahui teknik
yang dapat mengembangkan jiwa anak didik dalam belajar. Seperti yang kita
ketahui siswa terkadang sangat sulit terlibat dalam pembelajarn di kelas dengan
berbagai alasan misalnya, karena belum sarapan, kepanasan, maslah keluarga dan
sebagainya. Hal inilah yang perlu diketahui oleh seorang guru.
Semoga penjelasan yang penulis sampaikan
dalam makalah ini dapat berguna bagi pengembangan dunia pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Dimyati,
Psikologi Pendidikan, Suatu Pendidikan Terapan, Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 1990.
Mujib, Abdul Dkk, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta,
2003.
Saputra, Lyndon, Masa Depan Pendidikan, Batam: Sayling Wen,
2003.
Soemanto, Wasty, Psikologi
Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar